Misteri Pondok Pucung

27 Agustus 1903

Menurut Bintang Betawi, pengadilan Landraad Bekasi menjatuhkan hukuman delapan tahun "dalam rante" kepada tiga perampok, yakni Rite, Nean, dan Tongsit. Mereka tahun lalu melakukan perampokan di Pondok Pucung. Tidak disebutkan kesalahan atau nilai barang yang dirampok. Namun melihat beratnya hukuman, jelas kesalahan mereka cukup besar.

Ketiga perampok itu ditangkap setelah dikejar cukup lama oleh "juragan polisi" Cakung, Raden Mas Alamsyah Sumaningrat. Raden Mas Alamsyah memang cukup gesit. Sebelum menangkap tiga penjahat itu, ia menangkap perampok di Rawa Pangonan, yaitu Irin, Dempung, Kamari, Mento, dan Konteng, yang juga telah dihukum oleh Landraad Bekasi.

Pondok Pucung yang menjadi sasaran perampokan itu termasuk afdeling Bekasi. Di kawasan Betawi ada sejumlah kampung yang bernama sama, "pucung", yaitu sejenis pohon beracun. Selain di Bekasi, kampung Pondok Pucung juga terdapat di Tangerang, dan Depok.

Nama kampung itu cukup popular di kalangan pembesar kompeni. Bahkan beberapa kali tercatat dalam Dagregister, buku harian kastil kompeni. Tetapi popularitas itu bukan karena banyaknya nama kampung Pondok Pucung, melainkan gara-gara ulah Gubernur Jenderal Van Riebeeck yang main tanah.

Pada 21 Juni 1706, Riebeeck berjalan-jalan di tanah kompeni, sampai di Pondok Pucung, yang disebut sebagai daerah perbatasan. Van Riebeeck agaknya tertarik pada tanah itu. Dengan keputusan kompeni tanggal 22 Juli 1701, ia memperoleh tanah itu dengan harga 50 Rijkdalder (1 Rijkdalder = 2,5 gulden), sesuai dengan surat tanah yang terakhir mengenai tanah partikelir. Tanah yang diperoleh tanpa susah payah itu, dua abad kemudian ditaksir berharga sampai 250.000 gulden.

Tanah Pondok Pucung yang dibeli Riebeeck itu bukan terletak di Bekasi atau Tangerang. Menurut penulis sejarah Betawi, Dr de Haan, dalam peta awal abad ke-20, tidak ditemukan letak Pondok Pucung. Tetapi dalam dokumen yang lebih tua, tanah milik Riebeeck itu disebutkan "Pondok Pucung atau Sietaijag", suatu tempat pada kawasan Pesanggrahan di dekat Pondok Manggis.

Han telah mencari letak landhuis (rumah peristirahatan) Pondok Pucung milik Riebeeck, yang berlokasi di Citayam, tepatnya sebelah barat stasiun kereta api dan sebelah selatan Pasir Putih. Ia memiliki ancer-ancer yang kuat, karena dalam keputusan kompeni tanggal 5 Februari 1715 disebutkan ada sebuah penggilingan tebu di tanah tersebut.

Riebeeck yang membangun rumah peristirahatan di Pondok Pucung itu sering menginap di situ. Dalam Dagregister disebutkan, pada tanggal 20 September 1706, "dengan istri saya dan dengan tempat penyimpanan arak yang kecil dan roti serta mentega, arak untuk para soldadu dan roti yang baru untuk hari esoknya, saya pergi ke Pondok Pucung."

Di dekat rumah peristirahatan Riebeeck itu terdapat sebuah air terjun atau "curug" (bahasa Sunda). Karena itu gubernur jenderal juga membawa seorang pelukis, van der Schee, untuk mengabadikan pemandangan yang indah di daerah itu. Untuk mencari lokasi itu sekarang, pasti bukan pekerjaan yang mudah. (Adit SH, sejarawan dan pemerhati masalah sosial, tinggal di Jakarta)

Sumber: www2.kompas.com
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul "Misteri Pondok Pucung"
Share this history on :

0 komentar:

Posting Komentar