"Guru" Satu Kata Berjuta Derita. Eh... Makna

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru. Dengan demikian, nantinya gaji guru dan dosen minimal Rp 3 juta per bulan. Kebijakan ini menjadikan pula eligibilitas (pengakuan) profesi guru menjadi lebih terhormat dan bermartabat.

Pasalnya, untuk meningkatkan daya saing, diperlukan pula tenaga pengajar (guru) yang profesional dengan konsekuensi jaminan kesejahteraan yang profesional pula. Implementasi pencapaian tujuan adalah perlu perubahan paradigma guru menjadi terhormat dan bermartabat.

Merealisasikan guru terhormat dan bermartabat secara kontekstual diawali saat peringatan Hari Guru, 25 November 2008. Ada perubahan lirik Himne Guru dari "pahlawan tanpa tanda jasa" menjadi "pahlawan pembangun insan cendekia". Karena kesungguhan pemerintah menjadikan guru terhormat dan bermartabat, kini profesi guru semakin diminati. Guru dituntut menjadikan pendidikan Indonesia semakin berdaya saing dan menjamin pembangunan berkelanjutan.

Perubahan ini jelas sangat terkait dengan upaya mengubah image guru agar menjadi kelompok pekerja yang sejajar dengan profesional lain (dokter, advokat, notaris, arsitek). Harapannya, guru menjadi semakin bersemangat, termotivasi, kreatif, inovatif dalam mengemban tugasnya.

Menurut Pejabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dr Rochmat Wahab, profesi guru telah bergeser dari posisi marginal menjadi terhormat dan bermartabat. Guru mendapatkan penambahan tunjangan setelah lulus sertifikasi guru. Oleh karena itu, jangan heran bila semangat guru yang semakin menggelora menjadikan mutu kualitas pendidikan semakin meningkat.

Bagi penulis, guru saat ini memang bagaikan anak emas dari negara. Hal itu tidak lepas dari proses amendemen UUD 1945 mengenai alokasi anggaran pendidikan 20 persen. Lalu lahir UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Lalu, bagaimana dengan nasib guru swasta, guru tidak tetap dan honorer setelah PP No 41 Tahun 2009 diteken?

Tak ada perbedaan dalam mengajar, antara guru pegawai negeri sipil (PNS) maupun swasta. Mereka sama-sama bertanggung jawab dalam mengelola, melaksanakan pembelajaran (pendidikan) kepada siswa. Sayang sekali, eligibilitas kesejahteraan sering terdiskriminasi, banyak gaji guru swasta (honorer) masih di bawah upah minimum regional (UMR). Padahal guru profesional berhak mendapatkan penghasilan karena tugas keprofesionalan tanpa pandang status. Penerimaan ini ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi kerja, kualitas yang mencerminkan martabat sebagai pendidik profesional.

Sayangnya, imbalan atas tugas keprofesionalan guru masih terbatas bagi guru yang berstatus PNS. Berdasarkan UU Guru dan Dosen, hampir setiap tahun guru PNS merasakan kenaikan gaji sampai 15 persen, belum lagi setiap akhir tahun ajaran baru, mendapatkan tambahan gaji ke-13 dan tunjangan fungsional lain dari pemerintah daerah (Pemda). Apalagi mulai 2009, total penerimaan gaji guru PNS meningkat sebagai konsekuensi peningkatan anggaran pendidikan 20% dari APBN 2009.

Sebagai gambaran, gaji guru PNS dengan pangkat terendah minimal Rp 2 juta. Berarti penghasilan guru PNS golongan II/B tidak besertifikasi dari Rp 1,5 juta per bulan menjadi Rp 2 juta. Lalu guru PNS golongan IV/E besertifikasi dari Rp 3,6 juta per bulan menjadi Rp 6,9 juta per bulan.

Bahkan sejak keluarnya PP No 41 Tahun 2009, gaji guru PNS minimal Rp 3 Juta. Hal itu diungkapkan oleh Rektor IKIP PGRI Sulistyo. Sebab gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipat. Selain meningkatkan harkat, derajat dan martabat, juga bisa meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif.

Tunjangan profesi ini semakin menambah kesejahteraan guru. Memang dalam pemberian sertifikasi tidak memandang status guru sebagai PNS atau guru swasta. Meski dalam perekrutan jatah kuota proses sertifikasi 3:1. Sayangnya, berkenaan kenaikan gaji, pemerintah selalu berdalih bahwa hak menggaji guru swasta (non-PNS) merupakan otonomi yayasan. Pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap yayasan mengenai gaji pokok."Guru tanpa tanda jasa" kini sudah berubah. Kalau boleh bilang, menjadi "Guru pahlawan tanpa henti tanda jasa". Artinya mendapatkan gaji yang naik secara rutin tiap tahun sehingga semakin terhormat dan bermartabat disertai kinerja yang profesional, berkualitas dan bertanggung jawab.

Guru tidak lagi sebagai profesi kelas dua yang selalu dipandang sengsara. Maka perlu pula sebuah komitmen pemerintah untuk menyejahterakan pula guru swasta. Maka tambahan finansial yang mengalir pada guru (tenaga profesional) harus membawa konsekuensi moral dan etika pada guru. Penampilan guru harus mulai cerah, gembira, semangat, bergairah dan tidak loyo. Mulai dari pakaian yang bersih, rapi dan tidak lusuh (disetrika) dan sarana pendukung mengajar termasuk media pembelajaran harus yang up to date. Guru tidak boleh lagi katrok (kuno) yang gagap teknologi, tapi harus melek Iptek dengan mengikuti perkembangan zaman.

Konsekuensi lain dari peningkatan kesejahteraan, guru harus melakukan peningkatan kemampuan pengembangan diri. Di antaranya rajin membaca, terus belajar, selalu mengadakan pendampingan, meneliti, menulis, kreatif, berinovasi dan selalu menuangkan inspirasi dalam pengembangan emosional, intelektual, spiritual dan material.

Ekspektasinya, tidak ada lagi guru yang melakukan tugas sampingan lagi guna memenuhi tuntutan hidup layak. Sehingga, guru harus benar konsentrasi pada kemajuan pendidikan di sekolah dengan berfokus pada perkembangan anak didik sebagai bentuk tanggung jawab keprofesionalan guna membentuk dan membangun insan cendekia. Walau mendapat perhatian berlebih dari mulai gaji, promosi jabatan, penghargaan berprestasi, perlindungan dan rasa aman, kesempatan berserikat, mengembangkan kualifikasi akademik, jangan sampai eligibilitas guru swasta terabaikan, karena mereka juga manusia.

Sumber: http://www.matabumi.com/berita/quot%3Bguruquot%3B-satu-kata-berjuta-deritaeh-makna
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul ""Guru" Satu Kata Berjuta Derita. Eh... Makna"
Share this history on :

1 komentar:

Anonim mengatakan...

KISAH SUKSES Lolos jadi PNS Guru di lingkungan PEMDA daerah SULAWESI TENGGARa.assalamu Alaikum wr-wb, Saya ingin berbagi cerita kepada anda, Bahwa dulunya saya ini cuma seorang Honorer di sekolah dasar KOLAKA SULAWESI TENGGARA Sudah 8 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah berkali2 mengikuti ujian, dan membayar 40jt namun hasilnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asa,namun teman saya memberikan no tlp Bpk.DEDE JUNAEDY MSi Selaku petinggi di BKN pusat yang di kenalnya selaku kepala DIT PENGADAAN PNS.saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim Berkas saya melalui Email, alhamdulillah No Nip dan SK saya akhirnya keluar,allhamdulillah tentunya sy pun sangat gembira sekali.Jadi apapun keadaan anda skarang jangan pernah putus asa dan terus berusaha, kalau sudah waktunya tuhan pasti kasih jalan,ini adalah kisah nyata dari saya,untuk hasil ini saya ucapkan terimakasih kepada : 1. ALLAH SWT; karena KepadaNya kita meminta dan memohon. 2. Terimakasih untuk khususnya Bpk.DEDE JUNAEDY M.Si Di BKN PUSAT,dan dialah yang membantu kelulusan saya.Alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi Direktorat Pengadaan PNS Drs.DEDE JUNAEDY Msi.No Tlp ; 0853 1907 0111, siapa tau beliau mau membantu.

Posting Komentar